Kami menikah 6 tahun lalu, tepatnya awal 2007.
Saat kami menikah, usia saya 27 dan suami 29 tahun.
Suami saya adalah anak laki-laki tunggal dari 4 bersaudara.
Sejak awal pernikahan kami, memang belum ada rencana untuk segera memiliki anak. Tentu saja, dengan banyaknya pertimbangan, khususnya dari sisi finansial, mental, bahkan kami pun masih memikirkan banyak rencana kami yang belum terwujud.
Kematangan secara finansial sblm memiliki anak adalah orientasi awal kami.
Sebuah pernikahan yang kami dasari atas rasa saling membahagiakan dan keinginan untuk hidup bersama menjadikan kami adalah pasangan yang bisa hidup saling melengkapi satu sama lain. Ada baiknya memiliki seorang anak dalam hidup kami adalah suatu hal yang bisa kami capai di waktu mendatang. Tentu saja, kami tidak menghindar dari kenyataan dan kehendak Tuhan apabila seorang anak hadir dalam keluarga kecil kami.
Tahun demi tahun berlalu, dan keluarga kami pun akhirnya mulai satu demi satu menanyakan tentang kehadiran sang buah hati. Mulai dari kedua orang tua, saudara, bahkan teman-teman kami pun selalu menanyakan hal yang sama di setiap pertemuan.
Enggan sudah menjawab semua pertanyaan itu.
Banyak sudah relasi dan kerabat kami yang sudah memiliki keluarga kecil dengan anak mereka, padahal blm lama mereka menikah, dibandingkan dengan kami yang sudah jauh lebih lama menikah.
Kami sadar sepenuhnya bahwa memiliki seorang anak, bukanlah hal yang sepenuhnya membahagiakan. Memiliki seorang anak berarti juga, membahagiakan, memberikan tempat yang layak, mendidik nya menjadi seorang manusia yang baik, dan terlebih lagi, harus siap menghadapi biaya-biaya tak terduga yang seringkali muncul tanpa perkiraan.
Memiliki seorang anak tanpa dibekali dengan kematangan finansial maupun kesiapan hati, hanya akan membuat kehidupan rumah tangga menjadi semakin sulit, terutama di masa sekarang ini.
Kami pun juga sempat berpikir, kami tidak akan memaksakan nya apabila Tuhan memang tidak akan memberikannya, karena apapun yang kami dapatkan, hanya karena kehendak Tuhan saja. Karena hidup di masa sulit seperti sekarang ini, enggan rasanya kalaupun anak yang kami lahirkan ke dunia, masih harus hidup menderita pada masa ia hidup nanti. Mengingat masa kecil saya bukan berasal dari keluarga berkecukupan, karena saya pun sempat mengalami masa-masa sulit, ketika ekonomi menjadi masalah yang menggoncang kehidupan keluarga saya saat masih di bangku sekolah.
Cukup menyakitkan untuk mengingat kembali masa-masa kecil saya, ketika kedua orang tua saya harus bekerja siang dan malam untuk membiayai kami, 2 orang anaknya. Saya masih bisa merasakan bagaimana kepahitan hidup yang sudah kami lalui bersama saat kedua orang tua saya harus membayar iuran sekolah dan sewa rumah kami setiap bulannya. Belum lagi ditambah dengan biaya hidup kami sehari-hari untuk kebutuhan makan dan pakaian pun sulit.
Hal inilah yang cukup memberatkan kami, dan merasa bahwa tanggung jawab memiliki seorang anak bukanlah hal yang mudah. Dan saya pun tidak ingin menyusahkan kedua orang tua kami untuk menitipkan anak kami nanti, karena kami masih bekerja untuk mencari nafkah.
Histori
Ramalan
Saat usia pernikahan kami memasuki 4 tahun, kami pernah mencoba untuk memulai usaha, dan mendatangi seorang peramal nasib, untuk menanyakan mengenai bidang usaha yang cocok untuk mulai kami jalani.
Beliau juga mengatakan bahwa aku dan suami akan sulit mendapatkan keturunan, bahkan ia sempat juga mengatakan, bahkan seandainya kami pun bisa mendapatkan keturunan, bisa juga mengalami keguguran. Menjadi hal lyang cukup mengejutkan bagi kami berdua, terlebih lagi sebelumnya kami tidak mengatakan apa-apa, tapi kami melihat bahwa apa yang dikatakannya tidaklah masuk akal. Sebuah pernyataan tanpa disertai bukti yang jelas. Tentu saja hal spt itu tdk bisa diterima secara logis.
Sepulang dari bertemu peramal itupun akhirnya kami pulang dan cukup terkejut dengan yang dikatakannya. Walaupun kami tidak mempercayai perkataan nya, saya terus bertanya-tanya dalam hati, apa yang dilihatnya hingga ia pun mengatakan hal itu.
Hari demi hari pun berlalu, kami pun tidak memikirkan lagi apa yang pernah disampaikan oleh peramal yang sudah kami temui hari itu. Karena kami pun sadar, ia pun juga hanya manusia biasa, siapapun bisa melakukan kesalahan. Dan aku dan suamiku percaya Tuhan lah yang berkuasa dalam hal itu.
Proses awal.
Proses Tahap II.
Setelah dokter menyatakan bbrp bulan kemudian kami sudah boleh melakukan program kehamilan, kami pun mencoba untuk mengganti dokter karena beliau pun sudah tidak menemukan kelainan ataupun penyebab lain yang menghambat saya untuk segera hamil.
Mukjizat Tuhan
Proses PLI yang kami lalui dengan rutin juga ternyata cukup menyita biaya besar. Saya dan suami pun bergantian membayar setiap biaya tsb setiap bulannya. Tp semua kami lakukan karena saya percaya dengan segala upaya yang kami lakukan pasti membuahkan hasil. Tuhan pasti melihat usaha setiap orang yang percaya dan tidak berhenti berusaha dan berdoa.
Saat itu saya sempet mengatakan pada suami saya, bahwa saya pun berpasrah pada Tuhan, apapun kehendakNya terhadap hidup saya, karena saya hanya bisa berusaha. Kalau Tuhan mengijinkan kami untuk memiliki anak, saya berjanji akan merawat anak yang Tuhan titipkan dengan sebaik-baiknya. Tapi jika Tuhan tidak memberikannnya, saya pun akan menerima nya dengan ikhlas, dan menerimanya sebagai kehendak Tuhan yang saya percaya, dia pun memiliki kehendak lain terhadap hidup saya dan suami.
Tetapi hal ini tidak membuat kami berputus asa, kami pun tetap melakukan setiap proses yang dianjurkan dokter. Dengan melanjutkan PLI kami yang ditargetkan sebanyak 9 kali, juga dengan obat-obatan yang diperlukan selama proses program kehamilan tsb, semua kami lakukan sesuai dengan anjuran dokter.
Bulan Maret 2013, kami mengikuti tradisi berpantang dan berpuasa yang diadakan gereja untuk menyambut masa PraPaskah, masa dimana kami menyucikan diri dan menantikan kedatangan Tuhan Yesus, Juru Selamat manusia yang telah bangkit dari kematian.
Setiap tahunnya kami mengikuti proses tersebut, terlebih lagi bukan sekedar berpantang dan berpuasa, berdoa dan membaca kitab suci bersama setiap hari untuk memperbaiki kualitas hubungan kami dengan Tuhan.
Saya juga mendapatkan dukungan dari seorang teman dekat yang terus menerus mengingatkan saya untuk tetap menjaga hubungan baik dengan Tuhan, bagaimana memikul salib dan melakukan penyangkalan diri setiap hari. Menjadi manusia yang lebih baik hari demi hari, agar bisa semakin dekat dengan Tuhan, dan lebih mengerti kehendak Tuhan. Disini saya belajar bagaimana berpasrah pada Tuhan, berbalik dari sebelumnya dari pribadi yang seringkali khawatir tentang hidup saya dan selalu bertanya-tanya pada Tuhan kenapa banyak hal yang tidak saya inginkan selalu terjadi dalam hidup saya, khususnya saat saya bertanya mengapa Tuhan belum juga memberikan kami keturunan.
Saya sadar pergumulan yang saya alami membuat saya menjadi pribadi yang lebih baik, lebih berpasrah dan percaya pada kehendak Tuhan. Karena saya tau, saya yakin dan saya percaya, Tuhan punya rencana dalam hidup kami berdua, bahwa Ia telah mempersiapkan segala sesuatunya tepat dan indah pada waktunya. Dan Ia masih mendengar doa kami. Ia tidak pernah meninggalkan kami, sekalipun kami seringkali melupakanNya.
Tanggal 20 Maret 2013, kami masih menjalani proses PLI yang ke 9 kali, tp kami belum melakukan pengecekan kembali setelah proses ke 9 tsb. Rupanya Tuhan telah menjawab doa kami..
Pada tanggal 29 Maret 2013, saya sudah terlambat haid sebanyak 3 hari. Dan kami memberi alat test pack di mini market, pagi itu kami melakukan tes dan positif. Tetapi untuk memastikan kembali, malam itu kami memutuskan melakukan pemeriksaan langsung dengan dokter kandungan. Walaupun masih belum terlihat jelas, dokter pun melihat kemungkinan besar adalah positif, karena terdapat lapisan endometrio yang cukup besar dalam rahim saya. Beliau pun meminta kami kembali seminggu kemudian untuk memastikan lagi, namun saya tetap diberikan obat penguat janin dan vitamin yang diperlukan. Karena kami akan melakukan perjalanan dengan pesawat minggu berikutnya.
10 April 2013, saya mengalami sedikit flek, yang mgkn dialami orang saat hamil, sebagai proses menempelnya embrio pada dinding rahim, saya pun ingin memastikan kembali ke dokter sebelum kami melakukan perjalanan kami bbrp hari mendatang.
Ternyata, hasil USG yang menggembirakan, dokter pun memperlihatkan sebuah titik di layar yang menunjukkan embrio sebesar 0,5 cm. Beliau menyatakan kehamilan saya bagus, dan tidak ada masalah.
Beliau hanya berpesan agar saya tidak lelah dalam melakukan perjalanan kami, cukup istirahat. Karena di usia awal kehamilan saya sangatlah rentan.
Akhirnya kami pun bisa melanjutkan perjalanan tanpa halangan apapun, dan kembali ke tanah air dengan membawa janin kami dengan selamat.
Terima kasih dan Puji Tuhan untuk semua proses yang kami lalui, karena Tuhan selalu menyertai setiap langkah kami, dan kami percaya Tuhan sudah dan selalu memberikan yang terbaik di saat yang paling tepat bagi kami.
Dan menggenapi kemuliaan Tuhan yang begitu besar yang sudah Ia berikan, saya pun telah berjanji untuk membagikan kisah hidup saya dan suami untuk teman-teman lain yang juga mungkin saat ini merasakan keputusasaan, dan tidak ada harapan. Mukjizat selalu ada, dan tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya.
Saya percaya dan berdoa agar semakin banyak hati disembuhkan, semakin banyak iman dikuatkan, dan semakin banyak orang percaya bahwa kuasa Tuhan nyata, dan tidak mustahil, karena Dia mampu mengubahkan siapapun, dari seorang manusia yang tidak berarti apa-apa menjadi saksi Tuhan yang nyata.
Jangan menyerah, jangan putus asa, karena Tuhan baik, dan Dia mengasihi setiap orang yang percaya kepadaNya. Saya percaya, usaha saya dan suami bukanlah apa-apa. Tapi belas kasihan Tuhan lah yang sudah bekerja dalam hidup kami, karena Ia murah hati.